JAMBI DIMINTA SEGERA TERAPKAN MEKANISME INSENTIF 30 PERSEN UNTUK KAWASAN LINDUNG
Komisi V meminta Pemerintah Provinsi Jambi segera merealisasikan penerapan mekanisme insentif 30 persen bagi kawasan lindung. Hal ini dimaksudkan agar tetap terjaga minimal 30 persen dari luas wilayahnya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi V Muhidin M. Said saat memimpin rapat dengar pendapat dengan jajaran Eselon I dan Eselon II Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Meteorologi dan Geofisika dan mitra kerja lainnya, Kamis (7/1) di gedung DPR.
Rapat pagi itu membahas Laporan Hasil Kunjungan Kerja Komisi V ke tiga Provinsi yaitu Provinsi Maluku Utara, Provinsi Jambi dan Provinsi Kalimantan Selatan.
Muhidin mengatakan, Pemerintah Provinsi Jambi memang tengah berupaya mengembalikan fungsi kelestarian alam sebagai landasan pelaksanaan pembangunan infrastruktur, dimana upaya tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2010-2029 dengan mengusung konsep penataan ruang berbasis kelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan.
Sekitar 90 persen wilayah Jambi menjadi bagian dari daerah aliran sungai (DAS) Batanghari. Selain itu, Provinsi Jambi juga memiliki empat kawasan strategis nasional untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Taman Nasional Duabelas dan Taman Nasional Berbak.
Namun permasalahannya, seluas 1,6 juta Ha kawasan lindung terancam alih fungsi untuk perkebunan dan permukiman. Selain itu, penyusunan RTRW provinsi masih dalam proses, padahal batas waktu penetapan RTRW Provinsi adalah sampai akhir tahun 2009.
Untuk itu, kata Muhidin, penerapan mekanisme insentif ini harus segera diterapkan, untuk mengakomodasi kawasan lindung agar tetap terjaga.
Dalam penataan ruang Provinsi Jambi, Komisi V DPR juga mendukung peningkatan alokasi anggaran, mengingat penataan ruang sebagai salah satu instrument yang bernilai strategis untuk mewadahi pembangunan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Komisi V DPR juga merekomendasikan kelanjutan pembangunan Bandara Sultan Thaha. Pengembangan Bandara itu sudah sangat mendesak, mengingat arus penumpang baik kedatangan dan keberangkatan melalui Bandara Udara tersebut menunjukkan lonjakan yang signifikan.
Bandar Udara Sultan Thaha merupakan Bandar utama di Provinsi Jambi yang menjadi pintu gerbang Provinsi tersebut. Bandara tersebut awalnya didesain sebagai bandara perintis sehingga fasilitas yang tersedia sangat terbatas.
Bandara Sultan Thaha mampu didarati pesawat jenis Boeing 737-400 atau Air Bus A 319. Panjang landasan saat ini 2200 m dengan lebar 30 m. Fasilitas terminal saat ini mampu menampung penumpang kurang lebih 500 orang.
Usulan dari masyarakat Jambi, perpanjangan runway dari 2.220 meter menjadi 2.600 meter termasuk overrun, shoulder dan RESA, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 69 milyar. Dan pelebaran runway dari 30 meter menjadi 45 meter, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 66 milyar. (tt)